Monday, April 13, 2009

BERKENALAN DENGAN ESQ

Pada abad 20-an kecerdasan intelektual IQ (Intelellectual Quotient) dianggap oleh kebanyakan orang sebagai kecerdasan tertinggi manusia dan penentu bagi kejayaan masa hadapannya, IQ dijadikan pengukur kecerdasan, semakin tinggi IQ seseorang, maka semakin tinggilah kecerdasannya dan semakin besar pula kemungkinannya untuk berjaya dalam hidup. Maka dibuatlah formula Uji IQ untuk memilih manusia berdasarkan tingkat kecerdasannya.

Mengikut perkembangan, ternyata IQ hanyalah kecerdasan untuk menyelesaikan masalah-masalah logika, rational dan strategis, bila hanya bergantung kepada IQ, maka seseorang itu bagaikan robot atau enjin. Bekerja secara teratur, otomatik dan mekanik seperti komputer, tetapi gagal menjalin hubungan harmonis di antara sesamanya. Akhirnya manusia mengalami perasaan terasing dari lingkungannya dan dunianya sendiri.

Pada tahun 1990-an, Daniel Goleman menemukan kecerdasan jenis baru iaitu kecerdasan emosi (Emotional Quatient) EQ. Ertinya, keberhasilan seseorang tidak ditentukan oleh tinggi rendahnya IQ, tetapi ditentukan oleh bagaimana seseorang tersebut mengurus hubungan antar perorangan secara lebih bermakna. EQ telah memberikan suatu rasa empatik, cinta, ketulusan, kejujuran, kehangatan, motivasi dan kemampuan merespon kegembiraan atau kesedihan secara tepat. EQ juga memberikan kesedaran mengenai perasaan milik diri sendiri dan perasaan miliki orang lain.

IQ tidak berubah dalam diri manusia dan ia dapat diukur, lain halnya dengan EQ, ia boleh mengalami perubahan, meningkat dan menurun, ia dapat dipelajari untuk terus ditingkatkan dan disempurnakan. Bahkan EQ menjadi asas penggunaan IQ secara lebih berkesan.

Semakin baik kecerdasan emosi seseorang, akan melahirkan rasa kepuasan materi, kehangatan hubungan antar manusia, dan dapat bertindak secara betul dalam menghadapi kesedihan dan kegembiraan.

Seiring pertambahan usia ke akhir kehidupan, kebahagiaan yang dicapai dengan EQ tadi tidak dapat dipertahankan, manusia moden menghadapi problema yang sangat basic, mengalami kehampaan makna hidup.
Ke manakah akhir kehidupan ini?
Untuk apa sebenarnya kita hidup?
Harta sudah ditangan, kehangatan hubungan antar sesama manusia telah dirasa, tetapi menghadapi akhir kehidupan, ia terasa hampa tanpa makna, tiada kebahagiaan.
Orang mencari kebahagiaan hakiki, mereka cuba mendapatkannya pada wang, kekayaan, kenikmatan seksual, kedudukan dan pangkat, kesihatan dan lain-lain. Namun kebahagiaan yang didapat bukan yang hakiki.

Akhirnya manusia cuba mencari jawapan untuk mendapat “bahagia”. Dan pada akhir abad 20-an ditemukanlah kecerdasan jenis ketiga Spiritual Quotient (SQ), iaitu kecerdasan ruhani. Ia merupakan kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan permasalahan makna dan nilai hidup, dan mendudukkan perilaku dalam konteks makna yang lebih luas. SQ merupakan prasyarat bagi berfungsinya IQ dan SQ secara berkesan. Spiritual, Ruhani merupakan faktor penting yang perlu ada untuk seseorang merasakan kebahagiaan.

ESQ 165 MODEL Ary Ginanjar Agustian

Selama ini berkembang dalam masyarakat sebuah pemikiran yang memisahkan antara dunia dan akhirat, antara unsur-unsur kebendaan dan unsur-unsur agama, antara unsur kasat mata dan tak kasat mata, antara materialisme dan orientasi nilai-nilai ketuhanan semata.
Mereka yang memilih kejayaan akhirat, cenderung berfikir bahawa kejayaan dunia adalah tidak penting. Hasilnya mereka unggul dalam kekhusyu’an berzikir dan kekhidmatan ibadah khusus, namun tewas dalam percaturan ekonomi, ilmu pengetahuan, sosial, politik, dan perdagangan.
Mereka yang hanya berpijak pada alam kebendaan pula, kekuatan berfikirnya tidak pernah diimbangi oleh kekuatan dzikir, kebendaan begitu membelenggu hatinya, tidak mudah baginya untuk berpijak pada alam fitrahnya.

Kemudian beliau menyatukan EQ dan SQ dengan nilai-nilai Islam, menjadi suatu penyatuan yang padu tanpa pemisahan, dengan membuat suatu model kecerdasan alternatif berupa ESQ model.

4 Tahap Membangun Kecerdasan Insan.

ESQ model menjelaskan tentang empat tahap proses membangun kecerdasan insan, berdasarkan Rukun Agama Islam (Ihsan, Iman dan Islam = 165) iaitu:

Pertama: Zero mind process (proses menuju fitrah manusia / God-spot)

Kedua : Mental Building (membangun mental melalui prinsip-prinsip hidup; 1- Star principle, 2- Angel principle, 3- Leadership principle, 4- Learning principle, 5- Vision principle dan 6- Well organized principle.)

Ketiga : Personal Strength (membangun ketangguhan peribadi melalui proses; 1- Mission statement, 2- Character Building dan 3- Self Controlling.)

Keempat : Social Strength (membangun kekuatan hubungan social melalui proses; 1- Strategic Collaboration, 2- Total Action

Pada tahap pertama, zero mind process, proses menuju pada fitrah manusia (God-Spot), kita diajak untuk merenungi dan memperhatikan suara hati atas beberapa peristiwa yang terjadi sehari-hari, baik pada diri kita mahupun pada orang lain atau lingkungan sekitarnya. Kemudian kita disuruh untuk merespon secara jujur berdasarkan kata hati. Maka kita akan mendapati dua pilihan, iaitu pilihan jalan menuju fitrah (taqwa) dan pilihan jalan menuju kejahatan (fujur), setiap orang memiliki kebebasan untuk memilihnya.

“maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (S. Asy Syams/91:8-10)

Ketika itu manusia mula menghadapi ujian dalam dirinya sendiri, adakalanya hati manusia terbelenggu sehingga menutupi kebenaran informasi dari suara hati. Belenggu-belenggu yang dapat menutupi hati ialah; 1- Prasangka buruk, 2- Prinsip-prinsip hidup, 3- Pengalaman, 4- Kepentingan dan keutamaan, 5- Sudut pandang, 6- Pembanding, 7- Literatur.

Untuk menuju kepada fitrah (God-Spot) mestilah membebaskan diri dari ketujuh belenggu tersebut, sehingga akhirnya kita dapat menyesuaikan kehendak kita dengan kehendak Allah SWT.

Pada tahap kedua, setelah memiliki kejernihan hati, mulakan mengisi dan membangun karakter diri melalui enam prinsip- prinsip yang tersebut di atas (1- Bintang, agar menjadikan Allah sebagai tujuan hidup, 2- Malaikat, agar memiliki keberanian dan sikap optimis, 3- Kepimpinan, agar menjadi seorang pemimpin contoh dan berpengaruh, 4- Belajar, agar mendorong kepada kemajuan, 5- Masa hadapan, agar memiliki visi yang jelas, 6- Keteraturan, agar terwujud kedisiplinan dan keseimbangan hidup dalam satu kesatuan tauhid.

Pada tahap ketiga, setelah memiliki prinsip hidup yang kukuh dan jelas, terbentuklah keperibadian tangguh (integriti dan competensi), iaitu peribadi yang memiliki prinsip berfikir dan mengaplikasikannya melalui tiga langkah kejayaan iaitu; pernyataan misi (Syahadatain), pembangunan karacter (shalat) dan pengendalian diri (Shaum).

Tahap keempat, ketangguhan sosial, ia dianalogikan dengan prinsip zakat, iaitu rasa peduli terhadap lingkungan masyarakat, ia suatu bentuk pertahanan aktif dari dalam keluar. Apa yang perlu, lakukan kolaborasi strategis, agar manfaat diri dirasakan orang lain dan tindakan yang total (hajj)

Sumber,
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ Emotional Spiritual Quotient Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, Sept 2006, c. 29, Jkt. Penerbit Arga.

Semoga bermanfaat!
Ilal liqa'

0 comments:

 
Copyright HIKMAH-BINTULU © 2008 Free Blogger Template By Cool Stuff Blog