Friday, February 20, 2009

PANDUAN MEMELIHARA KETAKWAAN

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Ali Imran :102

Setiap muslim, tentunya telah mengucap “Asyhadu allaa ilaha illallah wa asyhadu annaa Muhammadar rasulullah” Ia mestilah memahami erti ikrar ini dan mampu merealisasikan nilai-nilainya dalam realiti kehidupan. Selain itu ia juga dituntut untuk istiqamah, dalam erti mempertahankan keimanan, dengan memelihara ketaatan baik dalam kehidupan peribadinya, kehidupan berkeluarga, kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehinggalah ia menemui tuhannya dalam keadaan husnul khatimah.

“Maka tetaplah (istiqomahlah) kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”(QS 11:112)

ketakwaan, jika tidak dipelihara, akan mengalami penurunan, atau bahkan hilang sama sekali.
Beberapa langkah berikut adalah perlu untuk dapat mempertahankan nilai ketakwaan yang sudah ada dan meningkatkan kualitinya.

Pertama, Muraqabah
Iaitu perasaan seorang hamba bahawa dirinya sentiasa dalam pemerhatian Allah, lalu timbul usaha mendekatkan diri kepada-Nya, mentaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya serta memiliki rasa malu dan takut, apabila menjalankan hidup tidak sesuai dengan syariat-Nya.

..... Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Maksud firman Allah dalam Surah al-Hadiid (57) : 4)

Ketika ditanya tentang ihsan, Rasulullah saw. Bersabda: “Kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, dan apabila kamu tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihat kamu.” (HR al-Bukhari)

Kedua, Mu’ahadah
Iaitu menyedari akan janji setia untuk sentiasa iltizam terhadap nilai-nilai kebenaran Islam. Setiap muslim telah menyatakan janji tersebut di hadapan Allah SWT.

“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (an-Nahl (16) : 91)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (al-Anfaal (8) : 27)

Ketiga, Muhasabah
Iaitu melakukan perhitungan atas segala perbuatannya.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Hasyr (59) : 18)

Nabi saw bersabda: “Orang yang cerdik adalah orang yang menghisab dirinya dan beramal untuk manfaat selepas kematiannya. Adapun orang yang lemah adalah orang yang mengikuti pada hawa nafsu dan berangan-angan pada Allah.” (HR. Ahmad)

Umar bin Khattab ra berkata, “Hisablah dirimu sebelum dihisab, dan timbanglah amalmu sebelum ditimbang ….”

Keempat, Mu’aqabah
Iaitu memberian hukuman kepada diri sendiri atas kelalaian yang dilakukannya.

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Umar bin Khaththab ra pergi ke kebunnya. Ketika ia pulang, maka didapatinya orang-orang sudah selesai melaksanakan Shalat Ashar. Maka beliau berkata, “Aku pergi hanya untuk sebuah kebun, aku pulang orang-orang sudah shalat Ashar! Kini, aku menjadikan kebunku sedekah untuk orang-orang miskin.”

Kelima Mujahadah (Optimalisasi)
Iaitu memaksimakan ibadah dengan menjalankan seluruh nilai-nilai Islam dalam kehidupan.

“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya…” (al-Hajj (22) : 77-78)

“Rasulullah saw. melaksanakan shalat malam hingga kedua tumitnya bengkak. Aisyah ra. pun bertanya, ‘Mengapa engkau lakukan hal itu, padahal Allah telah menghapuskan segala dosamu?’ Maka, Rasulullah saw. menjawab, ‘Bukankah sudah sepantasnya aku menjadi seorang hamba yang bersyukur.’” (HR. al-Bukhari Muslim)

Semoga Allah beri kita kekuatan untuk terus istiqamah di jalan-Nya. Aamiin

Thursday, February 12, 2009

OBAT HATI

“Sesungguhnya bukanlah mata yang buta, tetapi yang buta adalah hati yang ada di dalam dada.” (S. al Hajj:46)

Orang sanggup membelanjakan harta, berapa pun banyaknya, untuk mengobati penyakit yang diderita tubuhnya. Selain penyakit fizikal, ada lagi yang lain, iaitu penyakit hati. Banyak yang tidak menyedari bahawa penyakit yang satu ini lebih berbahaya. Hati yang berpenyakit, melahirkan kekeringan ruhani, kegersangan ukhuwwah, kekerasan perasaan, hasad atau dengki, perselisihan, permusuhan, juga melahirkan perilaku curang dan jahat, melahirkan perbuatan maksiat.

Penderitaan yang timbul dari penyakit fizikal, betapa pun dahsyatnya, akan berakhir dengan kematian tubuh, tetapi penderitaan dari penyakit hati akan berterusan hingga memasuki kehidupan kedua selepas mati, yang dikatakan sebagai kehidupan sebenar.

Penyakit berbahaya yang menimpa para da’ie, aktivis, para ustaz bahkan para ulama ialah menyimpangnya orientasi, motivasi dan tujuan kerja-kerja dakwahnya dari mengharap ridha Allah dan surga-Nya kepada meraih kepuasan dunia dan segala kenikmatannya.

Imam al Gazali pernah ditanya: “Adakah mungkin para ulama saling berselisih? Imam al Gazali menjawab: “Mereka akan berselisih jika memasuki kepentingan dunia mereka.”

Maka, menjaga kesihatan hati dan mengobati hati dari serangan penyakit-penyakitnya mestilah diberi keutamaan.

Obat segala penyakit hati ialah Ikhlas. Memahami hakikat ketuhanan Allah dan mengimani-Nya, kemudian memurnikan seluruh kehidupan hanya untuk-Nya.
Ikhlas juga merupakan buah keimanan dan syarat bagi diterimanya setiap amal.

Dalam himpunan hadis shahihnya, Imam Muslim meriwayatkan, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Saya mendengar Rasulullah saw. Bersabda:
“Sesungguhnya manusia yang pertama dihisab pada Hari Kiamat ialah seorang yang mati syahid. Ia pun didatangkan. Ia diceritakan tentang kenikmatan yang akan diterimanya dan ia pun mengetahui.
Berkata Allah: "Apa yang kamu lakukan di dunia?
Berkata si syahid, “Saya berperang di jalan-Mu sehingga mati syahid.”
Berkata Allah: “Bohong! Kamu berperang supaya dikatakan pemberani dan hal itu telah kamu dapatkan.” Kemudian malaikat diperintahkan untuk membawanya dengan mengheret wajahnya, lalu melemparkannya ke dalam api neraka.
Kemudian didatangkan seorang yang belajar ilmu dan mengajarkan serta membaca al Quran. Ia pun dikenalkan dengan kenikmatan dan ia mengetahuinya.
Ia pun ditanya: “Apa yang kamu lakukan di dunia?”
Ia menjawab: “Saya belajar ilmu dan mengajarkannya, serta membaca al Quran semata-mata kerana Engkau.”
Allah berkata: “Bohong! Kamu belajar ilmu supaya dikatakan manusia bahawa kamu alim dan kamu membaca al Quran supaya kamu disebut Qari’. Semua itu sudah kau dapatkan.
Setelah itu, malaikat pun diperintahkan membawanya dengan mengheret wajahnya dan melemparkannya ke dalam api neraka.
Kemudian didatangkan pula seorang yang diberi kelapangan rezki dan menginfaqkannya dari semua jenis hartanya. Dikenalkan padanya kenikmatan yang akan diperoleh dan dia pun mengetahuinya.
Allah berkata: “Apa yang kamu lakukan di dunia?”
Ia berkata: “Tidak ada jalan yang Engkau cintai agar manusia berinfaq di jalan itu kecuali aku berinfaq di jalan itu kerana-Mu.”
Allah berkata: “Bohong! Kamu melakukannya supaya disebut dermawan dan itu telah kamu dapatkan.” Kemudian malaikat diperintahkan untuk membawanya dengan mengheret wajahnya dan melemparkannya ke dalam neraka.

Kita mohon kepada Allah perlindungan dari bencana penyakit yang berbahaya ini.
“Sesungguhnya Allah tidak menerima amal kecuali dilakukan dengan ikhlas dan mengharap ridha-Nya. (Maksud al hadis)
"Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan sekalian alam." (Maksud firman Allah Surah al An'am:162)

Monday, February 9, 2009

CONTOH DARI KEHIDUPAN SAHABAT

Allah telah memberi Sa’id bin Amir al Jumahy hidayah, ia memeluk Islam, kemudian ia buang berhala-berhala yang dipujanya selama ini. lalu ia berpidato di hadapan orang ramai: “Alangkah bodohnya orang Quraisy menyembah berhala.”
Ia ikut berhijrah ke Madinah, di sana ia mendampingi Rasulullah saw, ikut berjihad bersama baginda, dalam peperangan Khaibar dan dalam peperangan-peperangan berikutnya. Setelah kewafatan Nabi saw, Said menjadi pembela setia Khalifah Abu Bakar dan Umar radhiyallahu anhuma.
Said merupakan peribadi yang lebih mengutamakan keridaan Allah dan pahala-Nya di atas segala keinginan hawa nafsu dan kehendak jasad. Ia telah membeli kehidupan akhirat dengan kehidupan dunia.
Ketika Umar diangkat menjadi khalifah menggantikan Abu Bakar, Sa’id mendatanginya, bukan untuk meminta jawatan, tetapi untuk memberinya nasihat,:
“Hai Umar! Takutlah kepada Allah dalam memerintah manusia. Dan Jangan engkau takut kepada manusia dalam menjalankan agama Allah!. Jangan berkata yang menyalahi perbuatan. Kerana sebaik-baik perkataan ialah yang dibuktikan dengan perbuatan.
“Hai Umar! Tunjukkanlah seluruh perhatian anda kepada urusan kaum muslimin, baik yang jauh mahupun yang dekat. Berikan kepada mereka apa yang anda dan keluarga anda sukai. Jauhkan dari mereka apa-apa yang anda dan keluarga anda tidak sukai. Arahkan semua karunia Allah kepada yang baik. Jangan ambil peduli cacian orang-orang yang suka mencaci!”
“Siapakah yang sanggup melaksanakansemua itu hai Sa’id?” Tanya Khalifah Umar.
“Tentu orang seperti anda! Bukankah anda telah diberi amanah oleh Allah untuk memerintah umat Muhammad ini? Bukankah di antara anda dengan Allah tidak ada lagi suatu penghalang?” Jawab Sa’id meyakinkan.
Pada suatu ketika Khalifah Umar memanggil Sa’id dan berkata: “Hai Sa’id! Engkau aku angkat menjadi Gabenor di daerah Hims.”
Wahai Umar! Saya memohon kepada Allah agar anda tidak mendorong saya cenderung kepada dunia” Jawab Sa’id.
Umar tidak melayan permintaan Sa’id, ia pun dilantik menjadi Gabernor. Setelah perlantikan, Umar bertanya: “Berapa gaji yang engkau inginkan?
“Apa yang akan saya perbuat dengan gaji itu, wahai Amirul mu’minin? Bukankah apa yang saya dapat dari Baitul Mal sudah mencukupi? Jawab Sa’id.
Setelah beberapa masa berlalu, Umar memanggil beberapa orang penduduk Hims yang telah diberi tugas mengawasi jalannya pemerintahan, untuk memberi laporan. Ternyata nama Sa’id bin Amir termasuk dalam senarai fakir miskin yang perlu diberi bantuan. Seringkali di rumahnya tidak kelihatan tanda-tanda orang memasak.
Umar sedih mengenangkan keadaan Sa’id, ia pun mengirimkan untuknya wang untuk meringankan masalah rumahtangganya. Setelah mendapat kiriman dari khalifah berupa bungkusan berisi wang, ia pun terkejut seraya berkata: “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun” seakan musibah besar telah menimpa dirinya.
Isterinya bertanya: “Apa yang terjadi hai Sa’id?, Meninggalkah Amirul Mu’minin?
“Bahkan lebih besar dari itu!” Jawab Sa’id sedih.
“Apakah tentera muslimin kalah berperang?” Tanya isterinya pula
“Jauh lebih besar dari itu!” Jawab Sa’id tetap sedih.
“Apa pula gerangan yang lebih besar dari itu?” Tanya isterinya tak sabar.
“Dunia telah datang untuk merusak akhiratKu. Bencana telah menyusup ke rumah tangga kita.” Jawab Sa’id tegas.
“Bebaskan dirimu daripadanya!” kata isteri Sa’id memberi semangat, tanpa mengetahui perihal adanya bungkusan wang dari Khalifah untuk suaminya.
“Mahukah engkau menolongku berbuat demikian?” Tanya Sa’id.
“Tentu..!” Jawab isterinya bersemangat.
Maka Sa’id mengambil bungkusan wang itu, lalu disuruhnya isterinya membahagi-bahagikannya kepada fakir miskin.

Tuesday, February 3, 2009

ISTIQAMAH

Dari Abu Amr Sufyan bin Abdillah Ats-Tsaqafy ra. Berkata, Aku berkata “Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku suatu perkataan tentang Islam, yang tidak akan saya tanyakan kepada seorang pun selain engkau.’ Beliau bersabda, “katakanlah: Amantu Billah (Aku beriman kepada Allah) lalu istiqamahlah.” (RH.Muslim)

Al kisah, Khubaib bin ‘Ady seorang sahabat Nabi saw, ia ditangkap oleh Kafir Quraisy lalu dijatuhi hukuman mati tanpa sebab. Sebelum dibunuh, ia dipertontonkan di halayak ramai dengan tangannya terbelenggu, sementara kaum wanita, anak-anak dan pemuda dikerahkan untuk menggiring Khubaib ke tiang Salib di tengah tanah lapang dan menyaksikan pelaksanaan hukuman bunuh. Mereka ingin membalas dendam terhadap Nabi Muhammad saw dan melampiaskan rasa sakit hati atas kekalahan mereka dalam perang Badar.

Khubaib berkata mantap: “Jika kalian izinkan, saya ingin shalat dua rakaat sebelum saya kalian bunuh.” Permintaannya dikabulkan, ia pun menghadap Kiblat dan dengan tenang ia shalat dua rakaat.

Setelah shalat, ia memandang para pemimpin Quraisy seraya berkata: “Demi Allah! Seandainya kalian tidak akan menuduhku melama-lamakan shalat untuk memperlambat waktu kerana takut mati, niscaya saya akan shalat lebih lama lagi.”

Mendengar itu para pemimpin Quraisy naik darah bagaikan hendak mencincang-cincang tubuh Khubaib hidup-hidup. Mereka berkata: “Sukakah engkau si Muhammad menggantikan engkau, kemudian engkau kami bebaskan?

Khubaib menjawab mantap: “Saya tidak ingin bersenang-senang dengan isteri dan anak-anak saya, sementara Muhammad tertusuk duri…”.

Bunuh dia…!, bunuh dia…! Teriak orang ramai.

Khubaib mengarahkan pandangannya ke langit sambil berdo’a: “Ya Allah! Hitunglah jumlah mereka! Hancurkanlah mereka semua, jangan sisakan seorang pun jua!

Tidak lama kemudian Khubaib menghembuskan nafasnya yang terakhir, sekujur tubuhnya penuh dengan luka-luka kerana tebasan pedang dan tikaman tombak yang tak terbilang jumlahnya.

Keberanian Khubaib, ketabahan, ketenangan menghadapi maut merupakan buah keimanan dan istiqamahnya dalam perjuangan. Ia telah memberi pelajaran yang perlu dijadikan pegangan hidup, iaitu:

1. Hidup yang sebenar ialah hidup beraqidah; kemudian berjuang mempertahankan aqidah itu sampai mati.

2. Keimanan yang telah terhunjam dalam hati seseorang dapat menimbulkan perkara-perkara ajaib dan luar biasa.

3. Orang yang paling dicintai Khubaib melebihi kecintaannya terhadap isteri dan anak-anaknya ialah sahabatnya, iaitu seorang Nabi yang dikukuhkan dari langit.

Allah telah berfirman ;

“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata),”Janganlah kamu merasa takut dan jangan kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.” Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; didalamnya (Syurga) kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh apa yang kamu minta. Sebagai penghormatan (bagimu) dari Allah yang Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS Fushilat .41: 30.32)

 
Copyright HIKMAH-BINTULU © 2008 Free Blogger Template By Cool Stuff Blog